ai-03703

ai-03703

Sabtu, 08 Januari 2011

MEDIA PEMBELAJARAN

MEDIA PEMBELAJARAN

A.    Pengertian Media Pembelajaran
           Media (bentuk jamak dari kata medium), merupakan kata yang berasal dari bahasa latin medius, yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’ (Arsyad, 2002; Sadiman, dkk., 1990). Oleh karena itu, media dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media dapat berupa sesuatu bahan (software) dan/atau alat (hardware). Sedangkan menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002), bahwa media jika dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi menurut pengertian ini, guru, teman sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang siswa merupakan media. Pengertian ini sejalan dengan batasan yang disampaikan oleh Gagne (1985), yang menyatakan bahwa media merupakan berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.
           Banyak batasan tentang media, Association of Education and Communication Technology (AECT) memberikan pengertian tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi. Dalam hal ini terkandung pengertian sebagai medium (Gagne, et al., 1988) atau mediator, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar -siswa dan isi pelajaran. Sebagai mediator, dapat pula mencerminkan suatu pengertian bahwa dalam setiap sistem pengajaran, mulai dari guru sampai kepada peralatan yang paling canggih dapat disebut sebagai media. Heinich, et.al., (1993) memberikan istilah medium, yang memiliki pengertian yang sejalan dengan batasan di atas yaitu sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.
           Dalam dunia pendidikan, sering kali istilah alat bantu atau media komunikasi digunakan secara bergantian atau sebagai pengganti istilah media pendidikan (pembelajaran). Seperti yang dikemukakan oleh Hamalik (1994) bahwa dengan penggunaan alat bantu berupa media komunikasi, hubungan komunikasi akan dapat berjalan dengan lancar dan dengan hasil yang maksimal. Batasan media seperti ini juga dikemukakan oleh Reiser dan Gagne (dalam Criticos, 1996; Gagne, et al., 1988), yang secara implisit menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran. Dalam pengertian ini, buku/modul, tape recorder, kaset, video recorder, camera video, televisi, radio, film, slide, foto, gambar, dan komputer adalah merupakan media pembelajaran. Menurut National Education Association -NEA (dalam Sadiman, dkk., 1990), media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik yang tercetak maupun audio visual beserta peralatannya.
           Berdasarkan batasan-batasan mengenai media seperti tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang menyangkut software dan hardware yang dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar dari sumber belajar ke pebelajar (individu atau kelompok), yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa sehingga proses belajar (di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif.

B.    Posisi Media Pembelajaran
           Oleh karena proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi  juga tidak akan bisa berlangsung  ecara optimal. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran. Posisi media pembelajaran sebagai komponen
komunikasi ditunjukkan pada Gambar 1.
           Bruner (1966) mengungkapkan ada tiga tingkatan utama modus belajar, seperti: enactive (pengalaman langsung), iconic (pengalaman piktorial atau gambar), dan symbolic (pengalaman abstrak). Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan serta perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena adanya interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang telah dialami sebelumnya melalui proses belajar. Sebagai ilustrasi misalnya, belajar untuk memahami apa dan bagaimana mencangkok. Dalam tingkatan pengalaman langsung, untuk memperoleh pemahaman pebelajar secara langsung mengerjakan atau membuat cangkokan. Pada tingkatan kedua, iconic, pemahaman tentang mencangkok dipelajari melalui gambar, foto, film atau rekaman video. Selanjutnya pada tingkatan pengalaman abstrak, siswa memahaminya lewat membaca atau mendengar dan mencocokkannya dengan pengalaman melihat orang mencangkok atau dengan pengalamannya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam proses belajar mengajar sebaiknya diusahakan agar terjadi variasi aktivitas yang melibatkan semua alat indera pebelajar. Semakin banyak alat indera yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi (isi pelajaran), semakin besar kemungkinan isi pelajaran tersebut dapat dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan pebelajar. Jadi agar pesan-pesan dalam materi yang disajikan dapat diterima dengan mudah (atau pembelajaran berhasil dengan baik), maka pengajar harus berupaya menampilkan stimulus yang dapat diproses dengan berbagai indera pebelajar. Pengertian stimulus dalam hal ini adalah suatu “perantara” yang menjembatani antara penerima pesan (pebelajar) dan sumber pesan (pengajar) agar terjadi komunikasi yang efektif.           
Media pembelajaran merupakan suatu perantara seperti apa yang dimaksud pada pernyataan di atas. Dalam kondisi ini, media yang digunakan memiliki posisi sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, yaitu alat bantu mengajar bagi guru (teaching aids). Misalnya alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyususn kembali informasi visual atau verbal. Sebagai alat bantu dalam mengajar, media diharapkan dapat memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Sehingga alat bantu yang banyak dan sering digunakan adalah alat bantu visual, seperti gambar, model, objek tertentu, dan alat-alat visual lainnya. Oleh karena dianggap sebagai alat bantu, guru atau orang yang membuat media tersebut kurang memperhatikan aspek disainnya, pengembangan pembelajarannya, dan evaluasinya.
Dengan kemajuan teknologi di berbagai bidang, misalnya dalam teknologi komunikasi dan informasi pada saat ini, media pembelajaran memiliki posisi sentral dalam proses belajar dan bukan semata-mata sebagai alat bantu. Media pembelajaran memainkan peran yang cukup penting untuk mewujudkan kegiatan belajar menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam posisi seperti ini, penggunaan media pembelajaran dikaitkan dengan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media, yang mungkin tidak mampu dilakukan oleh guru (atau guru melakukannya kurang efisien). Dengan kehadiran media pembelajaran maka posisi guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai fasilitator. Bahkan pada saat ini media telah diyakini memiliki posisi sebagai sumber belajar yang menyangkut keseluruhan lingkungan di sekitar pebelajar.
           Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (kongkret) berdasarkan kenyataan yang ada di lingkungan hidupnya, kemudian melalui benda-benda tiruan, dan selanjutnya sampai kepada lambang-lambang verbal (abstrak). Untuk kondisi seperti inilah kehadiran media pembelajaran sangat bermanfaat. Dalam posisinya yang sedemikian rupa, media akan dapat merangsang keterlibatan beberapa alat indera. Di samping itu, memberikan solusi untuk memecahkan persoalan berdasarkan tingkat keabstrakan pengalaman yang dihadapi pebelajar. Kenyataan ini didukung oleh landasan teori penggunaan media yang dikemukakan oleh Edgar Dale, yaitu teori Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s Cone of Experience) seperti Gambar 1 di bawah. Teori ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner.

C.    Fungsi Media Pembelajaran
           Efektivitas proses belajar mengajar (pembelajaran) sangat dipengaruhi oleh faktor metode dan media pembelajaran yang digunakan. Keduanya saling berkaitan, di mana pemilihan metode tertentu akan berpengaruh terhadap jenis media yang akan digunakan. Dalam arti bahwa harus ada kesesuaian di antara keduanya untuk mewujudkan tujuan pembelajaran. Walaupun ada hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam pemilihan media, seperti: konteks pembelajaran, karakteristik pebelajar, dan tugas atau respon yang diharapkan dari pebelajar (Arsyad, 2002). Sedangkan menurut Criticos (1996), tujuan pembelajaran, hasil belajar, isi materi ajar, rangkaian dan strategi pembelajaran adalah kriteria untuk seleksi dan produksi media. Dengan demikian, penataan pembelajaran (iklim, kondisi, dan lingkungan belajar) yang dilakukan oleh seorang pengajar dipengaruhi oleh peran media yang digunakan.
           Pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan berpengaruh secara psikologis kepada siswa (Hamalik, 1986). Selanjutnya diungkapkan bahwa penggunaan media pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian informasi (pesan dan isi pelajaran) pada saat itu. Kehadiran media dalam pembelajaran juga dikatakan dapat membantu peningkatan pemahaman siswa, penyajian data/informasi lebih menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Jadi dalam hal ini dikatakan bahwa fungsi media adalah sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar.
Secara rinci,fungsi media dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut :
1.    Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan perantaraan gambar, potret, slide, film, video, atau media yang lain, siswa dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang benda/peristiwa sejarah.
2.    Mengamati benda/peristiwa yang sukar dikunjungi, baik karena jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang. Misalnya, video tentang kehidupan harimau di hutan, keadaan dan kesibukan di pusat reaktor nuklir, dan sebagainya.
3.    Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda/hal-hal yang sukar diamati secara langsung karena ukurannya yang tidak memungkinkan, baik karena terlalu besar atau terlalu kecil. Misalnya dengan perantaraan paket siswa dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang bendungan dan kompleks pembangkit listrik, dengan slide dan film siswa memperoleh gambaran tentang bakteri, amuba, dan sebaginya.
4.    Mendengar suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara langsung. Misalnya, rekaman suara denyut jantung dan sebagainya.
5.    Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar diamati secara langsung
        karena sukar ditangkap. Dengan bantuan gambar, potret, slide, film atau video siswa dapat mengamati berbagai macam serangga, burung hantu, kelelawar, dan sebagainya.
6.    Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk didekati. Dengan slide, film, atau video siswa dapat mengamati pelangi, gunung meletus, pertempuran, dan sebagainya.
7.    Mengamati dengan jelas benda-benda yang mudah rusak/sukar diawetkan. Dengan menggunakan model/benda tiruan siswa dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang organ-organ tubuh manusia seperti jantung, paru-paru, alat pencernaan, dan sebagainya.
8.    Dengan mudah membandingkan sesuatu. Dengan bantuan gambar, model atau foto siswa dapat dengan mudah membandingkan dua benda yang berbeda sifat ukuran, warna, dan sebagainya.
9.    Dapat melihat secara cepat suatu proses yang berlangsung secara lambat. Dengan video, proses perkembangan katak dari telur sampai menjadi katak dapat diamati hanya dalam waktu beberapa menit. Bunga dari kuncup sampai mekar yang berlangsung beberapa hari, dengan bantuan film dapat diamati hanya dalam beberapa detik.
10. Dapat melihat secara lambat gerakan-gerakan yang berlangsung secara cepat. Dengan bantuan film atau video, siswa dapat mengamati dengan jelas gaya lompat tinggi, teknik loncat indah, yang disajikan secara lambat atau pada saat tertentu dihentikan.
11. Mengamati gerakan-gerakan mesin/alat yang sukar diamati secara langsung. Dengan film atau video dapat dengan mudah siswa mengamati jalannya mesin 4 tak, 2 tak, dan sebagainya.
12. Melihat bagian-bagian yang tersembunyi dari sutau alat. Dengan diagram, bagan, model, siswa dapat mengamati bagian mesin yang sukar diamati secara langsung.
13.  Melihat ringkasan dari suatu rangkaian pengamatan yang panjang/lama. Setelah siswa melihat proses penggilingan tebu atau di pabrik gula, kemudian dapat mengamati secara ringkas proses penggilingan tebu yang disajikan dengan menggunakan film atau video (memantapkan hasil pengamatan).
14. Dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu obyek secara serempak. Dengan siaran radio atau televisi ratusan bahkan ribuan mahasiswa dapat mengikuti kuliah yang disajikan seorang profesor dalam waktu yang sama.
15.  Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat, dan temponya masing-masing.
Dengan modul atau pengajaran berprograma, siswa dapat belajar sesuai dengan
kemampuan, kesempatan, dan kecepatan masing-masing.

D.    Pengaruh Media Pembelajaran
           Perubahan global dalam perkembangan pengetahuan dan teknologi, terutama yang berhubungan dengan sistem pendidikan di sekolah menuntut adanya perubahan sikap guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
Sejak zaman dahulu ada anggapan yang salah kaprah, yaitu bahwa guru adalah orang yang paling tahu. Pendapat itu terus berkembang menjadi guru lebih dulu tahu atau pengetahuan guru hanya beda semalam dibandingkan dengan murid. Namun sekarang bukan saja pengetahuan guru sama dengan murid, bahkan murid dapat lebih dulu tahu daripada gurunya. Ini semua dapat terjadi akibat perkembangan media informasi yang begitu cepat di sekitar lingkungan kita. Pada saat ini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar.
           Banyak contoh, murid dapat lebih dulu mendapat informasi dengan cara mengakses informasi dari media massa seperti : surat kabar, televisi, hand phone (sms/mms), bahkan internet. Sedangkan seringkali guru dengan alasan klasik “masalah ekonomi”, mereka tidak dapat mengakses informasi dengan cepat. Bagaimana guru menyikapi perkembangan ini? Setidaknya ada tiga kelompok guru dalam menyikapi hal ini, seperti tidak peduli, menunggu petunjuk, atau cepat menyesuaikan diri.
           Kelompok pertama yaitu guru yang tidak peduli. Seorang guru yang mempunyai rasa percaya diri berlebihan (over confidence) barangkali akan berpegang kepada anggapan bahwa sampai kapanpun posisi guru tidak akan tergantikan. Dalam setiap proses pembelajaran tetap diperlukan sentuhan manusiawi dari seorang guru. Guru dalam kelompok ini menggambarkan murid sebagai seseorang yang bersifat tergantung. Pengalaman yang dimiliki murid tidak besar nilainya. Pengalaman yang sangat besar manfaatnya adalah pengalaman yang diperoleh dari gurunya. Murid tetap memerlukan sentuhan psikologis dari seorang guru. Guru dalam mengajar tidak hanya mengutamakan mata pelajaran akan tetapi harus juga memperhatikan murid itu sendiri sebagai manusia yang harus dikembangkan pribadinya. Harus dipelihara keseimbangan antara perkembangan intelektual dan perkembangan psikologis.
Teknologi tidak dapat menggantikan manusia. Teknologi secanggih komputer Pentium 4, DVD, internet atau apapun, tidak dapat menggantikan manusia. Bagaimanapun teknologi berkembang secara pesat, guru tetap sebagai yang “harus digugu dan ditiru”. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa media tidak dapat menggantikan posisi guru, namun sikap tidak peduli terhadap perkembangan pengetahuan dan teknologi, bukanlah sikap yang tepat.
Walaupun bagaimana, lingkungan kita terus berkembang, tuntutan masyarakat terhadap kualitas guru semakin meningkat. Guru harus peduli.
           Kelompok kedua adalah yang menunggu petunjuk. Kelompok inilah yang paling banyak ditemukan di sekolah. Mungkin ini akibat dari kebijakan system pendidikan selama ini. Guru dalam sistem pendidikan nasional dianggap sebagai “tukang” melaksanakan kurikulum yang demikian rinci dan kaku.
Kurikulum sangat lengkap dengan berbagai petunjuk teknis pelaksanaannya, sehingga guru tinggal melaksanakan tanpa boleh menyimpang dari pedoman baku yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaannya, kurikulum dilengkapi dengan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), yang kemudian oleh Tim Guru Mata Pelajaran atau MGMP dijabarkan dalam Program Tahunan, Program Semester, AMP, Satuan Pelajaran, Rencana Pelajaran atau Skenario Pelajaran, dan sebagainya, yang semuanya dibuat secara rinci, tanpa peduli kondisi sekolah yang berbeda-beda.
           Kelompok ketiga guru yang cepat menyesuaikan diri. Sejalan dengan perubahan kurikulum, otonomi pendidikan dan manajemen berbasis sekolah atau berbasis kompetensi, bukan lagi saatnya bagi guru untuk selalu menunggu petunjuk. Guru adalah tenaga profesional, bukan amatir. Dengan berdasar pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran setiap guru dituntut untuk dapat mengembangkan bahan ajar bagi murid dalam suatu proses pelaksanaan pembelajaran yang berkesinambungan. Guru dituntut untuk mengembangkan kemampuan dan kompetensi murid, bukan sekedar pengetahuan tetapi murid-murid hendaknya mampu berpikir (kognitif), mampu menentukan sikap (affektif) dan mampu bertindak (psikomotor), sehingga nantinya menjadi manusia yang bermartabat. Oleh karena itu saran yang tepat untuk guru adalah cepat-cepatlah menyesuaikan diri. Guru perlu segera mereposisi perannya saat ini, guru tidak lagi menjadi orang yang paling tahu di kelas, namun guru harus mampu menjadi fasilitator dalam belajar. Ada banyak sumber belajar yang tersedia di lingkungan kita, apakah sumber belajar yang dirancang untuk belajar ataukah yang tidak dirancang namun dapat dimanfaatkan untuk belajar. Guru yang baik akan merasa senang kalau muridnya lebih pandai dari dirinya.

Mengapa Media Pembelajaran itu Perlu?
           Pernahkah guru menghadapi kesulitan dalam menjelaskan suatu materi pelajaran kepada murid? Misalnya : guru ingin menjelaskan tentang seekor binatang padang pasir yang disebut unta kepada murid TK atau SD di kelas awal. Contoh lain guru ingin menjelaskan tentang kereta api kepada murid di daerah yang tidak ada kereta api, guru akan menjelaskan tentang pasar terapung, guru akan menjelaskan tentang bahayanya narkoba dan zat adiktif.
Berikut ini beberapa cara yang mungkin dapat dilakukan oleh guru.
           Cara pertama, guru bercerita tentang unta, kereta api, pasar terapung atau narkoba dan zat adiktif. Guru dapat bercerita mungkin karena pengalaman, membaca buku, cerita orang lain atau pernah melihat objek-objek itu. Apabila murid-murid di sekolah tersebut sama sekali belum tahu, belum pernah melihat objek-objek tersebut di televisi atau melihat gambarnya di buku, maka betapa sulitnya guru menjelaskan hanya dengan kata-kata tentang objek tersebut.
Kalau gurunya seorang yang ahli berceritera, tentu cerita guru itu akan sangat menarik bagi murid-muridnya. Namun tidak semua orang diberikan karunia kepandaian bercerita. Penjelasan dengan kata-kata mungkin akan menghabiskan waktu yang lama. Pemahaman murid berbeda sesuai dengan pengetahuan mereka sebelumnya, bahkan mungkin akan menimbulkan kesalahan persepsi.
           Cara kedua, guru membawa murid studi wisata melihat obyek-obyek itu.
Guru membawa murid ke stasiun kereta, ke RSKO, atau menugasi muridnya melakukan pengamatan dan wawancara. Cara ini lebih efektif dibandingkan dengan cara lainnya. Namun masalahnya berapa biaya yang harus ditanggung, dan berapa lama waktu yang diperlukan. Cara ini efektif walaupun tidak efisien. Tidak mungkin semua murid dapat mengalami karena berbagai keterbatasan misalnya jarak, tempat dan biaya.
           Cara ketiga, guru membawa gambar, lukisan, foto, slide, film, video-vcd, tentang objek-objek tersebut. Cara ini akan membantu guru dalam memberikan penjelasan. Selain menghemat kata-kata, menghemat waktu, penjelasan gurupun akan lebih mudah dimengerti oleh murid, menarik, membangkitkan motivasi belajar, menghilangkan kesalahanpemahaman, serta informasi yang disampaikan menjadi konsisten.
Ketiga cara di atas dapat kita sebutkan, cara pertama sebagai informasi verbal, cara kedua belajar pengalaman nyata, sedangkan cara ketiga informasi melalui media. Di antara ketiga cara tersebut, cara ketiga adalah cara yang paling tepat dan bijaksana dilakukan oleh guru. Media belajar itu diperlukan oleh guru agar pembelajaran berjalan efektif dan efisien.
           Menurut Edgar Dale, dalam dunia pendidikan, penggunaan media/bahan/sarana belajar seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman, yang membutuhkan media belajar seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat oleh guru dan “audio-visual”.
Gambar: Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Mengapa Guru Tidak Menggunakan Media Pembelajaran?
Masalah yang sering ditemui di lapangan/di sekolah, mengapa sampai saat ini masih ada guru yang enggan menggunakan media dalam mengajar?
Berdasarkan pengalaman, pengamatan dan diskusi dalam berbagai kesempatan dengan para guru, terdapat sekurang-kurangnya tujuh alasan guru tidak menggunakan media pembelajaran, yaitu :
Pertama, menggunakan media itu repot.
Mengajar dengan menggunakan media perlu persiapan. Apalagi kalau media itu semacam OHP, audio visual, vcd, slide projector atau internet. Perlu listrik lagi. Guru sudah sangat repot dengan menulis persiapan mengajar, jadwal pelajaran yang padat, jumlah kelas paralel yang sedikit, masalah keluarga di rumah dan lain-lain. Mana sempat memikirkan media pembelajaran.
Demikianlah beberapa alasan yang sering dikemukakan oleh para guru. Padahal kalau guru mau berpikir dari aspek lain, bahwa dengan media pembelajaran akan lebih efektif, maka tidak ada alasan repot. Pikirkanlah bahwa sedikit repot, tetapi akan mendapatkan hasil optimal. Media pembelajaran juga relatif awet, artinya sekali menyiapkan bahan pembelajaran, dapat dipakai beberapa kali penyajian. Selanjutnya tidak repot lagi.
Kedua, media itu canggih dan mahal.
Tidak selalu media itu harus canggih dan mahal. Nilai penting dari sebuah media pembelajaran bukan terletak pada kecanggihannya (apalagi harganya yang mahal) namun pada efektifitas dan efisiensi dalam membantu proses pembelajaran. Banyak media sederhana yang dapat dikembangkan oleh guru dengan harga murah. Kalaupun dibutuhkan media canggih semacam audiovisual atau multi media, maka “cost-nya” akan menjadi murah apabila dapat digunakan oleh banyak murid dan beberapa guru.
Ketiga, tidak bisa.
Demam teknologi ternyata menyerang sebagian dari guru-guru kita. Ada beberapa guru yang “takut” dengan peralatan elektronik, takut kena setrum, takut korsleting, takut salah pijit, dan sebagainya.
Alasan ini menjadi lebih parah ditambah dengan takut rusak. Akibatnya media OHP, audio-visual atau slide projector yang telah dimiliki, sejak awal beli baru tetap tersimpan rapi di ruang kepala sekolah. Sebenarnya, dengan sedikit latihan dan mengubah sikap bahwa media mudah dan menyenangkan, maka segala sesuatunya akan berubah.
Keempat, media itu hiburan (membuat murid main-main, tidak serius), sedangkan belajar itu serius. Alasan ini sudah jarang ditemui di sekolah, namun tetap ada. Menurut pendapat orang-orang terdahulu belajar itu harus dengan serius. Belajar itu harus mengerutkan dahi. Media pembelajaran itu identik dengan dengan hiburan. Hiburan adalah hal yang berbeda dengan belajar. Tidak mungkin belajar sambil santai. Ini memang pendapat orang-orang zaman dahulu. Paradigma belajar kini sudah berubah. Kalau bisa belajar dengan menyenangkan, mengapa harus dengan menderita?. Kalau dapat dilakukan dengan mudah, mengapa harus dipersulit?
Kelima, tidak tersedia.
Tidak tersedia media pembelajaran di sekolah, mungkin ini adalah alasan yang masuk akal. Tetapi seorang guru tidak boleh menyerah begitu saja. Ia adalah seorang profesional yang harus kreatif, inovatif dan banyak inisiatif.
Media pembelajaran tidak harus selalu canggih, namun dapat juga dikembangkan sendiri oleh guru. Dalam hal ini pimpinan sekolah hendaklah cepat tanggap. Jangan sampai suasana kelas itu menjadi gersang, di kelas hanya ada papan tulis dan kapur.
Keenam, kebiasaan menikmati ceramah/bicara.
Metode mengajar dengan ceramah adalah hal yang enak. Berbicara itu memang nikmat. Inilah kebiasaan yang sulit di rubah. Seorang guru cenderung mengulang cara guru-gurunya yang terdahulu. Mengajar dengan mengandalkan verbal lebih mudah, tidak memerlukan persiapan mengajar yang banyak, jadi lebih enak untuk guru, tetapi tidak enak untuk murid. Hal yang harus dipertimbangkan dalam pembelajaran adalah kepentingan murid yang belajar, bukan kepuasan guru semata.

Ketujuh, kurangnya penghargaan dari atasan.
Kurangnya penghargaan dari atasan, mungkin adalah alasan yang masuk akal.
Sering terjadi bahwa guru yang mengajar dengan media pembelajaran yang dipersiapkan secara baik, kurang mendapatkan penghargaan dari pimpinan sekolah/pimpinan yayasan. Tidak adanya reward bagi guru sering menjadikan guru menjadi “malas”. Selama ini tidak ada perbedaan perlakuan bagi guru  yang menggunakan media pembelajaran dengan guru yang mengajar dengan tidak menggunakan media (metode ceramah/bicara saja). Sebetulnya bentuk penghargaan tidak harus dalam bentuk materi, tetapi dapat dengan bentuk pujian atau bentuk lainnya.

E.    Pengaruh Media Pembelajaran
           Mengapa guru perlu mengetahui dan menggunakan media dalam pembelajaran? Curzon (1985) menyatakan sebagai berikut:
The object of using audio visual material in the classroom in the communication of information incidental to the total teaching process. Selected and used skillfully the aid in the right time, the right place, and the right manner – audio visual aids (AVA) can multiply and widen the channels of communication between teacher and class.
           Pernyataan Curzon cukup jelas kiranya dapat mencirikan pentingnya penggunaan media dalam bentuk AVA untuk pengajaran secara umum, bahwa penggunaan AVA dapat memperluas saluran komunikasi antara guru dan siswa. Maksudnya apabila Anda mengajar dengan tidak menggunakan AVA seperti ketika menjelaskan materi pelajaran atau ketika memberi latihan, berarti Anda hanya menggunakan mulut untuk berkomunikasi atau disebut juga komunikasi verbal. Apabila Anda menggunakan media seperti tape, gambar, dll. dalam mengajar, maka Anda menggunakan lebih dari satu saluran komunikasi. Anda tidak hanya memberikan stimulus secara verbal saja, tetapi Anda juga menggunakan stimulus melalui saluran aural dan visual. Semakin banyak kita menggunakan saluran komunikasi ketika mengajar, semakin banyak informasi yang dapat diserap siswa, serta tentunya semakin efektif pengajaran kita.
           Selanjutnya, Curzon menyampaikan maksud utama dari penggunaan media sebagai berikut :
A class acquires knowledge and skills as the results of assimilation of responses elicited by those stimuli which create sensory impressions. The concept of teaching which is based on the teacher relying solely on his voice and personality steems from the belief that communication is best achieved through the medium of sound. The use of AVA (media) in a lesson is based on the consideration of communication as related to all the senses of the talk of the teacher in providing the appropriate stimuli for desired responses can be facilitated by him to engage the students’ senses of hearing, seeing, touching, etc.
           Dari penuturan Curzon, kita dapat menyimpulkan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa merupakan asimilasi atau gabungan dari respon-respon yang dirangsang oleh stimulus-stimulus yang menciptakan suatu kesan sensoris pada diri siswa. Sebagai contoh, ketika Anda mengajar reading, Anda menemukan satu hal yang sangat sulit dijelaskan secara verbal dari teks kepada siswa. Kemudian, Anda menggunakan alat bantu visual berupa gambar. Dalam hal ini, selain Anda menggunakan saluran komunikasi verbal, Anda juga menggunakan saluran komunikasi lain yaitu visual. Siswa akan lebih dapat memahami pelajaran dengan bantuan visual berupa gambar selain penjelasan guru.
           Pentingnya media juga dapat dilihat dari aspek kehidupan siswa. Suatu kenyataan bahwa siswa mendapatkan pengalaman yang lebih luas dan bervariasi dibanding orangtua mereka ketika masih muda. Sehingga cukup beralasan kiranya apabila sekolah memberikan siswa pengalaman sebanyak mungkin dan variatif. Untuk mencapai hal ini, sekolah harus menggunakan sebanyak mungkin media yang dapat menyajikan berbagai pengalaman kepada siswa. Moller (1974) dalam hal ini menyatakan:
Life divides two kinds of reality: that imposed by the school; and the real, living world outside. The new media can help us a lot in our task of: unifying the two realities; indeed they are indipensable if we want to succeed in giving children a stimulating environment in which they can learn.
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa media instruksional sangat bermanfaat untuk membangkitkan motivasi siswa dalam belajar karena media menyajikan banyak pengalaman yang menarik, bahkan pengalaman akan dunia di luar sekolah. Walaupun demikian, hasil yang didapat sangat dipengaruhi oleh penggunaan media dengan benar, tepat, dan terseleksi.
           Banyak guru tidak memanfaatkan media audio-visual karena dianggap mahal atau tidak tahu cara pemanfaatannya dalam pembelajaran. Seperti kata pepatah “ala bisa karena biasa” memang terjadi dalam pemanfaatan media. Banyak guru tidak bisa karena tidak diajari atau tidak mau belajar sendiri untuk menggunakannya, serta tidak mau mencoba. Suatu sikap yang harus diterapkan di kalangan guru adalah mencoba belajar menggunakannya. Guru akan langsung merasakan manfaatnya setelah mencoba.
Media dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran baik secara klasikal maupun individual. Dalam pembelajaran klasikal, media menjadi bagian integral dari proses pembelajaran itu sendiri. Melalui penggunaan media, siswa dapat terlibat langsung dengan materi yang sedang dipelajari. Misalnya, penggunaan media realia atau benda nyata akan memberikan pengalaman belajar (learning experiences) yang sesungguhnya kepada siswa. Siswa dapat menyentuh dan mengobservasi benda tersebut dan memperoleh informasi yang diperlukan.
           Terdapat beberapa faktor yang menghambat atau menghalangi proses komunikasi (pembelajaran) (Sadiman, 2002: 13). Penghambat tersebut dikenal dengan nama bariers dan noises. Hambatan tersebut adalah :
(1)    hambatan psikologis, seperti minat, sikap, pendapat, kepercayaan, intelegensi, pengetahuan,
(2)    hambatan fisik, seperti sakit, kelelahan, keterbatasan daya indera, dan cacat tubuh,
(3)    hambatan kultural, seperti perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai panutan serta
(4)    hambatan lingkungan sekitar. Media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar.

Adapun peran media pembelajaran antara lain :
1.      Memperjelas penyajian materi agar tidak hanya bersifat verbal (dalam bentuk kata-kata tertulis atau tulisan)
2.      Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, karena menurut para ahli kemampuan daya serap manusia dalam memahami masalah dengan panca indera yaitu :  
-   Telinga (pendengaran)         13        %
-   Mata (penglihatan)                  75 %
-   Hidung (penciuman)                3 %
-   Kulit                                              6  %
-   Lidah (rasa)                                3  %
3.  Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat  mengatasi sifat pasif  anak didik
4.   Menghindari kesalahpahaman terhadap suatu objek dan konsep
5.   Menghubungkan yang nyata dengan yang tidak nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar